Enter Your Slogan Here: Lorem Ipsum Semblar un Simplificat Quam un Skeptic!

Monday, October 16, 2017

Restoring My Faith (2)

Aku makin duniawi, lalu Allah kasih aku ujian yang amat sangat menguji kecintaanku pada kesenangan dunia ini.

Aku yang baru mulai sembuh dari luka lama, aku yang sejatinya selalu butuh seorang pria, di saat yang tak terduga muncullah seseorang yang ternyata bisa mengalihkan duniaku kepadanya. Aku yang tidak mudah suka lelaki tetapi begitu suka akan sepenuh hati, merasa akhirnya dipertemukan dengan orang itu. Aku yang dari dulu penggemar drama Korea, dimunculkanlah orang ini yang dengan tanpa kamu sadari mulai mengisi hatimu perlahan, menghiasi hari-hari kamu, membuatnya kembali berwarna. Yang begitu manis dan perhatian, kemudian menyatakan cinta, dan seolah menjanjikan dunia padamu.

Apa hubungannya sama drama Korea? Mungkin bahkan orang awam non K-drama land pun tahu bahwa banyak cerita drama Korea yang berkisar tema gadis biasa yang nggak pula cantik amat, berjodoh dengan CEO perusahaan besar nan kaya raya kan? Ketika kamu di dunia nyata ini diposisikan sebagai gadis beruntung itu, gimana reaksi kamu? Ini terjadi padaku.

Di sinilah kamu sadar bahwa hidup ini bukan drama Korea. Datangnya lelaki itu, yang membawa cinta untukmu dan menjanjikan dunia kepadamu, berarti pula ujian untuk keimanan kamu, ketaatan kamu sama Tuhan kamu. Datangnya dia, yang akhirnya bisa membuatmu merasakan cinta lagi, dan bahagia lagi... langsung kamu sadari merupakan sebuah pilihan sulit yang mungkin membuatmu harus memilih untuk mencabut sendiri kebahagiaanmu itu. Dan itulah yang akhirnya kamu lakukan. Sakit? Nggak terkatakan.

Mungkin reaksi pertama orang (apalagi yang kenal aku sebagai aku di masa lalu saja) ketika mendengar ini, "Kok mau sama yang beda agama?", nggak aku salahkan. Tapi orang itu berarti nggak tau gimana strugglingnya aku bertahun-tahun belakangan ini. Percayalah, aku juga selalu perang batin, bertaut hati sama mereka yang tidak bisa kumiliki. Tapi kalau perasaan bisa kamu kontrol segampang itu, nggak akan ada cerita orang bunuh diri karena patah hati. Juga nggak akan ada kisah Romeo-Juliet yang mendunia itu. Atau Laila-Majnun, atau apapunlah.

Di sini aku nggak bisa cerita detail karena meskipun blog ini hanya aku yang baca, aku tetap merasa sebaiknya nggak cerita siapa orang itu dan bagaimana bisa berakhir begini, demi melindungi dia. Aku cuma berharap orang paham bahwa ujian hidup dari Allah itu beda-beda. Yang menurut A sakit banget, belum tentu B merasakan sesakit itu. Yang menurut aku berat banget, belum tentu di kamu seberat itu. Yang jelas, satu yang sudah kupelajari dengan baik selama 27 tahun hidupku, adalah jangan pernah jadi judgmental. Jangan. Nggak baik. Allah, satu-satunya yang berhak menilai.

Dengan perasaan berat dan sakit yang nggak terkira yang kurasakan, aku dan dia sepakat menyudahi ini. Dia, sebagaimana lelaki pada umumnya, tampak sangat santai menghadapi ini. Walaupun hati kecilku kadang berkata dia pun mengalami masa sulit. Karena aku tahu dia tulus sekali. Tapi masa sulitnya, sesaat, mungkin? Tidak denganku. Aku selalu mencintai sepenuh hati, apalagi jiwa melankolisku cukup dominan. Cukup makan waktu untuk aku bangkit lagi. Biasanya di fase ketika aku terlampau perih, aku bisa nggak makan sama sekali. Aku bisa memikirkan untuk menyakiti diri. Aku nggak bersemangat ngapa-ngapain, dan hatiku teramat berat sampai air mata bisa menetes kapanpun. Aku benci keadaanku yang seperti itu.

Untungnya, kali ini masa terpurukku nggak terlalu berlarut. Untungnya dia bersikap tepat, memberikan support dengan caranya sendiri yang aku tahu, sesungguhnya dia sedang support aku. Dan memang aku sudah memutuskan kali ini aku nggak akan menghancurkan diri sendiri atau menyalahkan Tuhan seperti dulu. Setiap orang harus ada titik baliknya. Mungkin ini titik balikku. Aku masih akan tertatih dan mungkin saat rinduku ke dia sudah nggak terbendung, hanya bisa kulampiaskan dengan tangisan. Tapi bedanya, kali ini aku akan menangis di depan Allah. Minta ditenangkan, minta diberi keikhlasan akan semua ketetapanNya yang seringkali nggak sesuai mauku.

Verily, with hardship there is ease. Aku ingin percaya itu. He knows while you know not. Aku mengimani itu. What is to come is better than what has gone by. Aku mendoakan itu. Dengan serapuh imanku, yang kini berusaha kusirami kembali dengan semangat taubat, semangat kembali ke jalan Allah. Aku bertekad mempelajari agama ini dari awal lagi. Malu sama Nur Arisa Maryam, sama Ayana Moon, sama mereka-mereka lainnya yang seperti mereka, begitu cinta dan semangat berislam sementara aku tertatih begini. Nggak akan mudah, aku tahu. Akan banyak godaan, aku tahu. Mungkin saja aku akan jatuh lagi. Tapi aku akan banyak berdoa. Karena, supplifications is the believers' weapon. Dan selalu mengingat bahwa Allah Maha Pemurah, Penyayang, Pemaaf, Pengampun, dan bahwa yang kita tuju adalah kehidupan kekal setelah kematian. Bukan dunia yang menyilaukan ini. Semoga aku kuat.    
         

0 comments:

Post a Comment