Enter Your Slogan Here: Lorem Ipsum Semblar un Simplificat Quam un Skeptic!

Monday, June 30, 2014

Trip to Singapore (1)

Berawal dari keinginan jalan-jalan bareng dengan sahabat-sahabat, aku akhirnya benar-benar on a trip to Singapore bersama M dan A. Bertiga saja. Wacana trip bareng memang sudah sering muncul, tapi justru bukan dengan geng SMA (A, M kebetulan dari geng SMA) melainkan dengan geng kuliah. Seingatku, yang sering memunculkan wacana justru Aling, kemudian Yoan, Aisy, lalu Lucee, Waipo. Kita inginnya sih ke Korea, tapi dana darimana? Apa mungkin Aling dengan toko materialnya itu mau jadi donatur kita satu geng? Hahaha yang bener aja. Jadilah kita cari yang sedikit lebih dekat dan terjangkau, dan realistis: Singapore. Tapiiii entah kenapa selalu cuma berakhir wacana. Baru-baru ini malah rencana dibelokkan ke Malaysia saja karena Waipo bisa "menanggung" tempat tinggal selama di sana. Bali, sejak awal tidak masuk pilihan, karena dengar-dengar biaya lumayan tinggi plus beberapa dari member sudah pernah ke sana.

Balik ke cerita ke Singapore bareng M dan A. Tiket pesawat kita pesan promo Tiger Air, di Desember 2013, untuk keberangkatan Mey 29, 2014 sampai Juni 1, 2014. Kalau dihitung-hitung, per orang tidak sampai 800 ribu sudah PP. Semacam sedih juga mendengar berita Mandala Tiger Air akan dihentikan operasinya per Juli 1, 2014 besok, karena menurutku pelayanannya oke, pesawatnya cukup nyaman dibanding Lion Air (not to compare to Garuda hehe), daaaann ajaibnya, meskipun flight mengalami delay hampir satu jam atau bahkan lewat dari satu jam, kami selalu sampai di bandara tujuan sesuai waktu yang dijadwalkan.

Kembali fokus ya, jadi ceritanya kami masing-masing sudah dapat cuti dari kantor, lalu sepakat akan naik Damri ke bandara di hari H, karena ceritanya ga mau ngerepotin orang tua. Tapi ayah A mau antar sampai Blok M, supaya dari situ kami lanjut naik Damri. Nah ajaibnya, di hari H, dimana malam sebelumnya aku sudah sepakat jam 5:30 pagi akan sudah di rumah A (artinya harus berangkat 5:25 dari rumah, berarti bangun dan siap-siap maksimal dari 4:30), pagi itu malah baru bangun jam 5:10! Entah salah pasang alarm atau gimana, karena dalam sejarah hidupku, aku ini selalu paling gampang terbangun bahkan cuma dari suara pintu kamar dibuka loh. Hectic morning dimulai, akhirnya Papah sang pahlawan dengan tanpa ngomel dan tanpa banyak bicara seperti biasa, langsung anterin putri kesayangannya ini ke bandara. :') *ujung2nya tetep ngerepotin orang tua hehe.
(Start from here you'll find daily-spoken-bahasa-written-form :p)

Tiger Air setau kami di terminal 3, jadi aku didrop di sana dan Papa langsung pergi. Aku nunggu mereka berdua beberapa menit, sambil liat-liat flights board. Bingung, kenapa di situ nggak ada data pesawat kami, apa jangan-jangan mestinya di terminal 2? Gak lama, M dan A datang, dan singkat cerita, kami ternyata memang salah terminal! Haha. Jadi kami langsung balik ke terminal 2 naik bis wara-wiri Soetta.. sampai di sana, kami masih sempetin sarapan dulu di KFC. Setelah itu, check in. FYI kami ga dapet bagasi dan ga berniat beli bagasi, otomatis barang bawaan masuk kabin semua dong.. Anehnya, saat check-in, tas ditimbang segala loh. Ya ga masalah sih, heran aja, karena setauku biasanya yang ditimbang khusus untuk bagasi sementara yang masuk kabin cukup dilihat physically.

Anyways, kami sampai dengan selamat di Spore. M dan A masing-masing sudah pernah ke sana 2x, jadi ga senorak aku yang bahkan mau foto-foto saat di Changi :p Kami foto sebentar, lalu naik MRT ke sebuah hotel di Bugis, yang mana sudah dibooking full payment sejak dari Indonesia. Di sini aku mulai dagdigdug, karena kami bertiga jauh-jauh hari sudah bikin konsep matang bahwa salah satu dari kami akan masuk sebagai invisible guest. Maksudnya? Jadi, pesan kamar hotel untuk 2 orang tapi secara de facto, akan ada tiga orang yang menghuninya (apalagi kalo bukan penerapan prinsip ekonomi :p). Sesampai di resepsionis, M dan aku langsung konfirmasi kamar dan prosesnya lumayan cepat sampai kami akhirnya tibalah di kamar di lantai 2. Tapi, o-ow.. ranjangnya cuma dua dan kecil-kecil sekali.. I mean, each ranjang cukup untuk 1 orang, tapi karena kami total bertiga, kalau 1 ranjang mau share untuk 2 orang, gimana ceritanya? Saat itu A sudah berhasil join di kamar tsb., kami berembuk sebentar, dan akhirnya memutuskan untuk minta tukar kamar dengan 1 bed besar (yang mana saat di Indo kita booking dengan spec seperti itu). Alhamdulillah resepsionis mau bantu, dan pindahlah kami ke kamar yang lebih baik dengan 1 bed besar yang cukup untuk bertiga di lantai 3. 

Meski akhirnya berhasil menjalankan rencana 2+1 invincible guest ini dengan lancar sampai akhir, terus terang untuk awal-awalnya aku selalu merasa was-was sampai pernah dimarahi A karena menurutnya aku terlalu nefting, saat mengajukan ide untuk buat kode-kode tertentu antara kami bertiga just in case sth worse happens. Poin yang aku ga setuju, menurutku ini bukan nefting, ini lebih ke sikap waspada. Ga ada salahnya kan kita berjaga-jaga? Overconfidence over a thing is never too wise, no?

0 comments:

Post a Comment