Enter Your Slogan Here: Lorem Ipsum Semblar un Simplificat Quam un Skeptic!

Monday, December 18, 2017

Last Meeting

Thursday, December 14, 2017

It's approaching 5 at afternoon. Time to clock off soon. Aku masih sesekali melihat ke arah hp, berharap ada Whatsapp darimu. Bell berbunyi, mereka bersiap pulang, sebagian masih tak teralihkan dari layar komputer di hadapannya. Sekian menit berlalu, WA masuk darimu.

"Come in before you leave?"

Terbayang permintaan yang sama darimu, kali lalu, bedanya, kali ini kamu tidak meminta. Kamu hanya menawarkan. Aku tidak sebodoh itu dalam menangkap pesan, meskipun dalam bahasa asing. 

Aku masuk. Kau suruh aku mendekat.

"Ada yang ingin kamu katakan?", tanyanya dari bangku kebesarannya. Aku sekejap ragu, memandang berkeliling. Di sini? Di ruangan ini? Itu sama saja menyuruhku menelan apapun yang sejatinya sudah memenuhi dadaku, yang kuingin ia tahu. 

"No...", akhirnya aku menjawab. Dia menawarkan sekali lagi. Aku tetap menjawab sama.

"Sini mendekat lagi," ia menyuruhku. Lalu diulurkan tangan kirinya, telapak tangan membuka. Tidak butuh lama, kusambut dengan tangan kananku. Sejenak waktu terasa berhenti. Aku menahan panas di mata. Ini yang kurindukan. Tangan ini, genggaman ini. Dari orang yang selalu memenuhi pikiranku dalam bulan-bulan belakangan ini. Orang yang kurindukan setiap hari, kudoakan, dan kutangisi dalam sepi. 

"Not so different?", ia berkata dengan tatapan yang sama seperti dulu saat kami masih bersama. Tatapan yang kudapat sejak masuk ke ruangan ini tadi. "Tapi sayangnya, seperti yang kamu bilang, kita dari dunia yang berbeda."

Mudah kau katakan itu sekarang. Sakit aku mendengarnya. Ucapanku berkali-kali saat dulu kau begitu menyanjungku, supaya aku tetap menjejak di bumi, supaya aku bisa tahan untuk tidak melayang. Kau selalu bilang, "We're not so different actually." Dan kau berhasil melambungkanku. Sekarang dengan mudahnya kau membenarkan ucapanku itu.

"I miss you everyday", akhirnya keluar dari mulutku. Ia menatapku, tangannya masih menggenggamku. "I miss you too."

Terbayang momen yang sama di dua bulan sebelumnya. Saat kau begitu mencintaiku. Aku tidak bodoh untuk bisa menangkap ketulusanmu dahulu. Kini, semua berganti. Genggamanmu tidak ingin kau lepas, akulah yang menyudahi. Sebagaimana aku juga yang mengakhiri kebersamaan denganmu. Berusaha mengakhiri cinta yang tak terbendung tumbuhnya di hatiku, sejak kau nyatakan cintamu padaku di telepon, tiga bulan lalu. 

Genggaman itu seolah memberikan pesan, bahwa kau masih menyimpanku di hatimu. Tapi fakta di hari sebelumnya, yang kutemukan secara tidak sengaja, mematahkan itu. Aku merasakan lewat genggamanmu, pesan perpisahan itu.

Saturday, December 9, 2017

Kapan Selesai?

Tuhan aku nggak sanggup...
Matikan aku sekarang, Tuhan.
Matikan aku. Tapi jangan siksa aku setelahnya.
Aku nggak pernah minta diciptakan, kenapa Kau tidak beri aku bahagia?

Sesak. Perih. Sakit. Terus jatuh bangun kayak gini apa aku nggak boleh minta disudahi aja semua ini?

Aku capek faking my emotions....

Aku kuat sesaat tapi terus jatuh lagi dalam sekali.

Kau mau apa pada hidupku, Tuhan?

Hidup yang tidak pernah aku minta ini.

Thursday, December 7, 2017

Aku yang Lemah

Pengen mati aja, ya Allah...
Aku ngga tahan sama perasaan kayak gini.
Mau bahagia tanpa bikin Engkau marah, tapi aku ngga bahagia.
Bahagiaku adalah jalan kemarahanMu.
Aku harus gimana? Engkau mau aku gimana....
Apa yang Kau atur untuk terjadi dalam hidupku....

Aku kangen banget. Kangen banget.
If one can die from missing someone, I wonder how I could stay alive....



Tuesday, December 5, 2017

Dying

What should I do, Lord?


I miss him too much. I keep being haunted by the memories.
I miss him, I want to meet him. I want to create more moments like we used to have, again.

I break down every time. How he responds to my text is only making me feel the wounds deeper.


I am in so much pain now, God.





What do You want to happen in my life?

Monday, December 4, 2017

Terjaga Semalaman

Insomnia tampaknya masih setia. Dia datang selalu saat aku migraine dan aku jadi terpicu lagi dengan bapernya ibu sendiri. Kapan sih mama bisa mengerti aku?

Tau nggak rasanya menjalani hari dengan amat sangat normal, ceria, ketawa, lahap makan, marah-marah, dst. tapi malamnya kamu terpuruk lagi?

Itu siklus di aku. Apalagi saat sedang menstruasi begini. Sudahlah kemarin PMS aku binge eating dan nangis-nangis. Sekarang pula harus dipicu oleh ibu sendiri.

Sendiri di kasur, di dalam kamar yang gelap, dengan rasa rindu yang kamu tahan terus, lalu tiba-tiba nyesek seketika dan kamu nangis tersedu-sedu. Kamu tenang sebentar, lalu nangis lagi. Kamu tahu nggak seharusnya kamu baca percakapan lama dengan dia, tapi kamu nggak bisa tahan karena saking kangennya. Lalu kamu mulai buka galeri foto kamu dengan dia, percakapan lama kamu dengan dia. Lalu kamu loncat ke fakta gimana dinginnya dia sekarang.

Dan terisak-isaklah lagi, kamu, sendiri, di tengah gelap dan rasa sepimu itu.
Dan tumpahlah lagi yang sudah kamu tahan-tahan beberapa hari ini.
Tangismu sungguh mengiba sampai nafaspun rasanya sulit.
Lalu di antara tangis itu kamu mulai marah-marah lagi sama Tuhan. Apa sebenarnya yang Ia mau aku lewati. Sesak. Sakit. Sampai kapan aku begini, begitu batinmu tak terima.
Sejurus kemudian kamu minta maaf karena sudah nyalahin Dia. Tapi lalu kamu merasa hampa. Dan terjangan kenangan datang lagi, rasa rindu dan kesepian yang menciptakan lubang dalam di hatimu makin menjelma jurang.

Akhirnya kamu buka resep-resep baking di Youtube, kemudian buka online shop. Dan lincah jari ini belanja lewat layar handphone. Lalu kamu bertanya-tanya bagaimana saldo tabungan kamu amblas parah di akhir bulan, darimana tagihan-tagihan itu membengkak saat datang.

Setelah itu kamu mulai berpikir ingin mati. Ah, jangan dulu. Gila, mati sekarang sih cuma pindah dari neraka dunia ke neraka beneran. Ingin hidup yang baru saja, deh. Resign? Gunakan uang tabungan terakhir untuk memulai hidup baru di negara lain? Masih belum segitunya nyaliku. Jadi apa? Bagaimana? Harus berbuat apa aku ini???

Beberapa malam lalu saat sakitnya tidak kalah dengan yang tadi malam, aku sudah ambil razor lagi. Tapi ternyata aku takut. Nggak, kali ini aku nggak boleh sampai melukai diri lagi. Lihat dirimu di cermin. Rambut panjang kesayanganmu sudah tidak tampak di situ. Cukuplah sampai di situ ada benda tajam menyentuh bagian tubuhmu. Ini akan berlalu, kok. Kamu kan sudah mulai terbiasa dengan kehampaan ini. Kesepian dan rasa sakit ini. Jalani saja!