It's approaching 5 at afternoon. Time to clock off soon. Aku masih sesekali melihat ke arah hp, berharap ada Whatsapp darimu. Bell berbunyi, mereka bersiap pulang, sebagian masih tak teralihkan dari layar komputer di hadapannya. Sekian menit berlalu, WA masuk darimu.
"Come in before you leave?"
Terbayang permintaan yang sama darimu, kali lalu, bedanya, kali ini kamu tidak meminta. Kamu hanya menawarkan. Aku tidak sebodoh itu dalam menangkap pesan, meskipun dalam bahasa asing.
Aku masuk. Kau suruh aku mendekat.
"Ada yang ingin kamu katakan?", tanyanya dari bangku kebesarannya. Aku sekejap ragu, memandang berkeliling. Di sini? Di ruangan ini? Itu sama saja menyuruhku menelan apapun yang sejatinya sudah memenuhi dadaku, yang kuingin ia tahu.
"No...", akhirnya aku menjawab. Dia menawarkan sekali lagi. Aku tetap menjawab sama.
"Sini mendekat lagi," ia menyuruhku. Lalu diulurkan tangan kirinya, telapak tangan membuka. Tidak butuh lama, kusambut dengan tangan kananku. Sejenak waktu terasa berhenti. Aku menahan panas di mata. Ini yang kurindukan. Tangan ini, genggaman ini. Dari orang yang selalu memenuhi pikiranku dalam bulan-bulan belakangan ini. Orang yang kurindukan setiap hari, kudoakan, dan kutangisi dalam sepi.
"Not so different?", ia berkata dengan tatapan yang sama seperti dulu saat kami masih bersama. Tatapan yang kudapat sejak masuk ke ruangan ini tadi. "Tapi sayangnya, seperti yang kamu bilang, kita dari dunia yang berbeda."
Mudah kau katakan itu sekarang. Sakit aku mendengarnya. Ucapanku berkali-kali saat dulu kau begitu menyanjungku, supaya aku tetap menjejak di bumi, supaya aku bisa tahan untuk tidak melayang. Kau selalu bilang, "We're not so different actually." Dan kau berhasil melambungkanku. Sekarang dengan mudahnya kau membenarkan ucapanku itu.
"I miss you everyday", akhirnya keluar dari mulutku. Ia menatapku, tangannya masih menggenggamku. "I miss you too."
"I miss you everyday", akhirnya keluar dari mulutku. Ia menatapku, tangannya masih menggenggamku. "I miss you too."
Terbayang momen yang sama di dua bulan sebelumnya. Saat kau begitu mencintaiku. Aku tidak bodoh untuk bisa menangkap ketulusanmu dahulu. Kini, semua berganti. Genggamanmu tidak ingin kau lepas, akulah yang menyudahi. Sebagaimana aku juga yang mengakhiri kebersamaan denganmu. Berusaha mengakhiri cinta yang tak terbendung tumbuhnya di hatiku, sejak kau nyatakan cintamu padaku di telepon, tiga bulan lalu.
Genggaman itu seolah memberikan pesan, bahwa kau masih menyimpanku di hatimu. Tapi fakta di hari sebelumnya, yang kutemukan secara tidak sengaja, mematahkan itu. Aku merasakan lewat genggamanmu, pesan perpisahan itu.
0 comments:
Post a Comment